Jumat, 09 September 2011

pemain laskar pelangi

Film Laskar Pelangi ternyata mampu menyedot penonton dalam jumlah yang sangat besar. Film beranggaran lebih dari Rp. 7 milyar ini memang sudah diprediksi akan sesukses novelnya. Menurut Mira Lesmana setelah rilis ini maka dalam rangka mengenalkan budaya Indonesia ke manca negara, film LP juga akan diikutsertakan dalam festival film internasional seperti Rotterdam International Film (Belanda) dan juga Cannes Film Festival (Perancis dan Korea). Keberhasilan film ini tidak lepas dari dukungan pemain muda belia penuh bakat anggota Laskar Pelangi. Siapa saja mereka dan apa komentar mereka terhadap film ini?
Trapani

Nama aslinya Suharyadi Syah Ramadhan, kelahiran Belitung 28 Februari 1995. Tokoh Trapani adalah sosok paling tampan dari seluruh anggota Laskar Pelangi. “Jujur, saya belum pernah baca novelnya. Cuma tahu dari cerita teman-teman,” kata siswa kelas 7 SMP Negeri III Palembang ini. Ikut syuting pun, tak pernah terlintas di benaknya. Tetapi nasib berkata lain. Riri yang melihat potret Suharyadi, rupanya jatuh hati dan memintanya ikut casting di sekolahnya dan akhirnya dipilih untuk memerankan Trapani. Bukan cuma dia, ayah dan adiknya juga ketiban peran. Sang ayah berperan sebagai tukang pos, sementara adiknya sebagai Trapani kecil. Suharyadi dan keluarganya mengaku senang. “Selain banyak dapat teman baru, saya juga dapat uang,” katanya sambil senyum.
Syahdan

Di film LP, Muhamad Syukur Ramadan berperan sebagai Syahdan. Kelakuannya selama di lokasi syuting selalu mengundang gelak tawa. Siapa pun diajaknya bergurau. Hobinya yang lain adalah main bola dan membaca komik. “Saya suka sekali menggambar dan bercita-cita jadi arsitek.” Siswa SMP ini terkesan begitu menikmati pekerjaannya sebagai aktor. Wajahnya selalu gembira. Meski begitu, ia sempat kesulitan ketika harus beradegan menari bersama teman-temannya dalam acara karnaval di tengah kerumunan orang banyak. “Malu kalau jadi tontonan,” katanya. Tapi malunya hanya sesaat. Sejurus kemudian, ia sudah menari dengan asyiknya. ‘Saya sudah berniat akan main sebagusbagusnya untuk ibu saya yang belum lama ini meninggal.” Kali ini ia berkata dengan serius, tanpa canda.
Harun

Seperti dalam novel, pemeran Harun memang memiliki keterbelakangan mental. Yang memerankan adalah Jefry, siswa kelas 5 SLB Tanjung Pandan. Meski tak mudah mengajaknya berkomunikasi, begitu berhadapan dengan kamera, Jefry patut diacungi jempol. Ia mampu menuruti segala kemauan sang sutradara. Porsi dialog yang dibebankan padanya juga berbeda dengan pemeran lainnya. Ia lebih banyak dituntut bicara memakai bahasa tubuhnya. “Selama proses syuting, saya puas dengan aktingnya,” kata Riri.
Borek

Di antara anggota laskar, tubuh Borek digambarkan paling besar dan tinggi. Tak heran jika Febriansyah dipercaya memerankan tokoh yang disebutsebut sebagai Samson kecil oleh Ikal dan kawan-kawannya, seperti dalam novel. Meski masih berusia 13 tahun dan duduk di kelas 8 SMP Negeri II Tanjung Pandan, Febri terkesan lebih dewasa dibanding rekan-rekannya di film tersebut. Febri juga sangat terbuka dan mudah diajak bicara. Ia mengaku senang sekali bisa main di LP. “Sebelumnya, sih, tak pernah menyangka bakal jadi bintang film seperti sekarang. Apalagi, saya enggak punya bakat berakting. Pikiran saya cuma bersekolah supaya jadi orang sukses dan bisa cari duit sendiri”. Keinginannya itu datang lebih cepat dari dugaannya. Dari honornya sebagai pemeran Borek, “Saya bisa bayar uang sekolah dan mau beli komputer,” katanya dengan nada riang.
Kucai

Yogi Nugraha yang memerankan tokoh Kucai, termasuk tipe anak yang tak bisa diam. Ada saja ulahnya. Bahkan, satu ketika di sela istirahat syuting, ia berkelahi dengan pemeran lain gara-gara kejahilannya. Yogi yang lahir di Tanjung Pandan, 6 Juli 1994, mengaku menghapal mati semua dialognya. Apa kesannya main di LP? “Senang. Saya jadi bisa bantu orang tua membiayai sekolah,” kata bocah yang hobi main sepak bola itu. Tak takut pelajaran terganggu dan ketinggalan kelas? “Ah, naik atau tidak naik kelas, urusan belakangan,” jawabnya enteng.
Sahara

Di antara 10 anggota laskar, Sahara adalah satu-satunya perempuan dan diperankan oleh Dewi Ratih Ayu Safitri. Selama syuting, gadis pemalu ini senantiasa ditemani ibunya. Dewi lahir di Tanjung Pandan 7 Maret 1995 dan kini duduk di kelas 7 SMP Negeri 2 Tanjung Pandan. Hobinya menyanyi, menari, dan baca puisi. “Kalau besar nanti, saya mau jadi dokter,” katanya sambil tersipu. Ketika di awal-awal syuting, Dewi selalu diganggu teman-temannya. Bahkan sampai pernah menangis. Namun, suka-duka itulah yang membuat mereka jadi cepat akrab. Supaya tidak ketinggalan pelajaran, ibunya selalu mampir ke sekolah, meminta tugas ke guru Dewi untuk dipelajari saat jeda syuting. “Biasanya Ibu mencatat ulang mata pelajaran yang kutinggalkan, sehingga aku bisa ikut ujian tanpa kesulitan,” katanya.
Floriana

Floriana atau Flo, diperankan oleh Marchella El Jolla Kondo. Sehari-hari, gaya Marchella memang tomboy. Flo bukanlah bagian dari LP sehingga scene yang dimainkan tidak sebanyak teman-temannya. “Saat syuting dimulai, aku sudah kelar ujian. Sekarang lagi libur,” kata siswa kelas 6 SD Negeri IX Tanjung Pandan itu. Anak bungsu dari empat bersaudara ini lahir di Malaysia, 22 Mei 1996. Kedua orangtuanya berprofesi sebagai pendeta. “Sejak kecil saya selalu pindah tempat tinggal, ikut kemana orangtua bertugas,” kata gadis yang suka menyanyi dan bercita-cita jadi orang sukses. “Saya juga ingin jadi artis,” katanya malu-malu.
Akiong

Akiong adalah satu-satunya tokoh anak keturunan Hokian yang bersekolah di SD Muhammadiyah Gantung. Diperankan oleh Suhendri yang masih duduk di kelas 5 SD 44 Tanjung Pandan. Ia i terbilang paling muda di antara 10 pemeran LP lainnya. “Waktu awal-awal syuting, sata suka sakit perut,” katanya. Bahkan pernah, ia harus dilarikan ke klinik kesehatan terdekat karena kondisinya memburuk. Ternyata, Suhendri memang susah makan sehingga penyakit lambungnya kerap kumat. “Senang sekali ikut main film. Apalagi dapat uang,” kata Suhendri yang jago berakating dan menghapal dialog. Tak heran jika ia bercita-cita menjadi aktor profesional satu hari nanti.
A Ling

Aling adalah kekasih Ikal. Tokoh tersebut diperankan Levina yang mirip dengan Aling. Berambut panjang, berjari lentik, dan bermata sipit. Sama seperti Flo, adegan yang diperankannya tidak terlampau banyak. Bahkan, anak kedua dari tiga bersaudara kelahiran 26 Juni 1995 itu hanya menginap selama sehari dari 40 hari jadwal syuting. Levina yang duduk di kelas 7 SMP Regina Pacis, memiliki hobi menyanyi, baca, dan jalan-jalan. Kelak, ia ingin sekali seperti idolanya, Sandra Dewi, yang sukses menjadi bintang sinetron setelah merantau ke Jakarta.
Mahar

Mahar merupakan tokoh paling eksentrik dan digambarkan punya kecerdasan luar biasa dalam berkesenian. Apa saja yang disentuhnya, berubah jadi benda berestetika. Makanya, Bu Mus tidak segan-segan memercayakan setiap pagelaran kesenian kepadanya. Tokoh itu diperankan dengan apik oleh anak Gantung asli, Verrys Yamarno. Perilaku Verrys memang seperti Mahar. Tak pernah mau diam dan susah diatur. Ia juga kreatif membuat lelucon-lelucon yang mampu membuat orang terpingkal-pingkal. Verrys yang duduk di kelas 7 SMP Nasional Gantung, memiliki hobi berenang dan main bulutangkis. “Cita-citaku mau jadi ustaz, supaya bisa menyiarkan ajaran Islam ke banyak orang,” ujarnya.
Lintang

Pemeran tokoh Lintang ini cukup unik. Di novel, ia diceritakan sebagai teman sebangku ikal karena sama-sama berambut keriting. Namun di film, tokoh ini diperankan oleh anak berambut lurus bernama Ferdian. “Wah, saya malah enggak tahu kalau tokoh aslinya berambut keriting. Yang jelas, saya senang bisa ikut main di film ini. Tokohnya juga seru, menantang karena keberanian dan kecerdasannya.” Di kehidupan sehari-hari, kata Ferdia, dia tak seperti Lintang. “Prestasi saya biasa-biasa saja di sekolah.” Kendati begitu, produser Mira Lesmana punya alasan tersendiri. Ferdian dianggap bisa mewakili tokoh Lintang karena dinilai memiliki karakter yang sesuai. “Memang, faktor fisik sangat penting dalam film yang diadaptasi dari sebuah novel, tapi yang lebih penting lagi, bagaimana seseorang bisa menyelami karakter yang diperankannya,” kata Mira.
Ikal

Selama di lokasi syuting, dia dikenal paling pendiam. Zul Fanny, begitu nama aslinya, dianggap cocok memerankan Ikal. Sebelum ikut main film, Zul yang mengaku amat dekat dengan ayahnya, kerap membantu ayahnya berdagang di pasar. “Biasanya tiap hari Minggu,” cerita anak bermata cokelat itu. Kendati LP merupakan pengalaman pertamanya bermain film, Zul mengaku tak menemui kesulitan besar. Bahkan, dengan mudah, ia bisa menghapal setiap dialog yang panjang. Sayangnya, ia agak malas menggunakan waktu jeda untuk belajar. Alasannya selalu sakit kepala. Namun, ketika menghadapi ujian, ia mengaku bisa mengerjakannya. “Ujiannya gampang-gampang susah, sih,” kata Zul yang bercita-cita menjadi tentara.

Tidak ada komentar: