Film Laskar Pelangi ternyata mampu menyedot penonton dalam jumlah
yang sangat besar. Film beranggaran lebih dari Rp. 7 milyar ini memang
sudah diprediksi akan sesukses novelnya. Menurut Mira Lesmana setelah
rilis ini maka dalam rangka mengenalkan budaya Indonesia ke manca
negara, film LP juga akan diikutsertakan dalam festival film
internasional seperti Rotterdam International Film (Belanda) dan juga
Cannes Film Festival (Perancis dan Korea). Keberhasilan film ini tidak
lepas dari dukungan pemain muda belia penuh bakat anggota Laskar
Pelangi. Siapa saja mereka dan apa komentar mereka terhadap film ini?
Trapani
Nama
aslinya Suharyadi Syah Ramadhan, kelahiran Belitung 28 Februari 1995.
Tokoh Trapani adalah sosok paling tampan dari seluruh anggota Laskar
Pelangi. “Jujur, saya belum pernah baca novelnya. Cuma tahu dari cerita
teman-teman,” kata siswa kelas 7 SMP Negeri III Palembang ini. Ikut
syuting pun, tak pernah terlintas di benaknya. Tetapi nasib berkata
lain. Riri yang melihat potret Suharyadi, rupanya jatuh hati dan
memintanya ikut casting di sekolahnya dan akhirnya dipilih untuk
memerankan Trapani. Bukan cuma dia, ayah dan adiknya juga ketiban peran.
Sang ayah berperan sebagai tukang pos, sementara adiknya sebagai
Trapani kecil. Suharyadi dan keluarganya mengaku senang. “Selain banyak
dapat teman baru, saya juga dapat uang,” katanya sambil senyum.
Syahdan
Di
film LP, Muhamad Syukur Ramadan berperan sebagai Syahdan. Kelakuannya
selama di lokasi syuting selalu mengundang gelak tawa. Siapa pun
diajaknya bergurau. Hobinya yang lain adalah main bola dan membaca
komik. “Saya suka sekali menggambar dan bercita-cita jadi arsitek.”
Siswa SMP ini terkesan begitu menikmati pekerjaannya sebagai aktor.
Wajahnya selalu gembira. Meski begitu, ia sempat kesulitan ketika harus
beradegan menari bersama teman-temannya dalam acara karnaval di tengah
kerumunan orang banyak. “Malu kalau jadi tontonan,” katanya. Tapi
malunya hanya sesaat. Sejurus kemudian, ia sudah menari dengan asyiknya.
‘Saya sudah berniat akan main sebagusbagusnya untuk ibu saya yang belum
lama ini meninggal.” Kali ini ia berkata dengan serius, tanpa canda.
Harun
Seperti
dalam novel, pemeran Harun memang memiliki keterbelakangan mental. Yang
memerankan adalah Jefry, siswa kelas 5 SLB Tanjung Pandan. Meski tak
mudah mengajaknya berkomunikasi, begitu berhadapan dengan kamera, Jefry
patut diacungi jempol. Ia mampu menuruti segala kemauan sang sutradara.
Porsi dialog yang dibebankan padanya juga berbeda dengan pemeran
lainnya. Ia lebih banyak dituntut bicara memakai bahasa tubuhnya.
“Selama proses syuting, saya puas dengan aktingnya,” kata Riri.
Borek
Di
antara anggota laskar, tubuh Borek digambarkan paling besar dan tinggi.
Tak heran jika Febriansyah dipercaya memerankan tokoh yang disebutsebut
sebagai Samson kecil oleh Ikal dan kawan-kawannya, seperti dalam novel.
Meski masih berusia 13 tahun dan duduk di kelas 8 SMP Negeri II Tanjung
Pandan, Febri terkesan lebih dewasa dibanding rekan-rekannya di film
tersebut. Febri juga sangat terbuka dan mudah diajak bicara. Ia mengaku
senang sekali bisa main di LP. “Sebelumnya, sih, tak pernah menyangka
bakal jadi bintang film seperti sekarang. Apalagi, saya enggak punya
bakat berakting. Pikiran saya cuma bersekolah supaya jadi orang sukses
dan bisa cari duit sendiri”. Keinginannya itu datang lebih cepat dari
dugaannya. Dari honornya sebagai pemeran Borek, “Saya bisa bayar uang
sekolah dan mau beli komputer,” katanya dengan nada riang.
Kucai
Yogi
Nugraha yang memerankan tokoh Kucai, termasuk tipe anak yang tak bisa
diam. Ada saja ulahnya. Bahkan, satu ketika di sela istirahat syuting,
ia berkelahi dengan pemeran lain gara-gara kejahilannya. Yogi yang lahir
di Tanjung Pandan, 6 Juli 1994, mengaku menghapal mati semua dialognya.
Apa kesannya main di LP? “Senang. Saya jadi bisa bantu orang tua
membiayai sekolah,” kata bocah yang hobi main sepak bola itu. Tak takut
pelajaran terganggu dan ketinggalan kelas? “Ah, naik atau tidak naik
kelas, urusan belakangan,” jawabnya enteng.
Sahara
Di
antara 10 anggota laskar, Sahara adalah satu-satunya perempuan dan
diperankan oleh Dewi Ratih Ayu Safitri. Selama syuting, gadis pemalu ini
senantiasa ditemani ibunya. Dewi lahir di Tanjung Pandan 7 Maret 1995
dan kini duduk di kelas 7 SMP Negeri 2 Tanjung Pandan. Hobinya menyanyi,
menari, dan baca puisi. “Kalau besar nanti, saya mau jadi dokter,”
katanya sambil tersipu. Ketika di awal-awal syuting, Dewi selalu
diganggu teman-temannya. Bahkan sampai pernah menangis. Namun, suka-duka
itulah yang membuat mereka jadi cepat akrab. Supaya tidak ketinggalan
pelajaran, ibunya selalu mampir ke sekolah, meminta tugas ke guru Dewi
untuk dipelajari saat jeda syuting. “Biasanya Ibu mencatat ulang mata
pelajaran yang kutinggalkan, sehingga aku bisa ikut ujian tanpa
kesulitan,” katanya.
Floriana
Floriana
atau Flo, diperankan oleh Marchella El Jolla Kondo. Sehari-hari, gaya
Marchella memang tomboy. Flo bukanlah bagian dari LP sehingga scene yang
dimainkan tidak sebanyak teman-temannya. “Saat syuting dimulai, aku
sudah kelar ujian. Sekarang lagi libur,” kata siswa kelas 6 SD Negeri IX
Tanjung Pandan itu. Anak bungsu dari empat bersaudara ini lahir di
Malaysia, 22 Mei 1996. Kedua orangtuanya berprofesi sebagai pendeta.
“Sejak kecil saya selalu pindah tempat tinggal, ikut kemana orangtua
bertugas,” kata gadis yang suka menyanyi dan bercita-cita jadi orang
sukses. “Saya juga ingin jadi artis,” katanya malu-malu.
Akiong
Akiong
adalah satu-satunya tokoh anak keturunan Hokian yang bersekolah di SD
Muhammadiyah Gantung. Diperankan oleh Suhendri yang masih duduk di kelas
5 SD 44 Tanjung Pandan. Ia i terbilang paling muda di antara 10 pemeran
LP lainnya. “Waktu awal-awal syuting, sata suka sakit perut,” katanya.
Bahkan pernah, ia harus dilarikan ke klinik kesehatan terdekat karena
kondisinya memburuk. Ternyata, Suhendri memang susah makan sehingga
penyakit lambungnya kerap kumat. “Senang sekali ikut main film. Apalagi
dapat uang,” kata Suhendri yang jago berakating dan menghapal dialog.
Tak heran jika ia bercita-cita menjadi aktor profesional satu hari
nanti.
A Ling
Aling
adalah kekasih Ikal. Tokoh tersebut diperankan Levina yang mirip dengan
Aling. Berambut panjang, berjari lentik, dan bermata sipit. Sama
seperti Flo, adegan yang diperankannya tidak terlampau banyak. Bahkan,
anak kedua dari tiga bersaudara kelahiran 26 Juni 1995 itu hanya
menginap selama sehari dari 40 hari jadwal syuting. Levina yang duduk di
kelas 7 SMP Regina Pacis, memiliki hobi menyanyi, baca, dan
jalan-jalan. Kelak, ia ingin sekali seperti idolanya, Sandra Dewi, yang
sukses menjadi bintang sinetron setelah merantau ke Jakarta.
Mahar
Mahar
merupakan tokoh paling eksentrik dan digambarkan punya kecerdasan luar
biasa dalam berkesenian. Apa saja yang disentuhnya, berubah jadi benda
berestetika. Makanya, Bu Mus tidak segan-segan memercayakan setiap
pagelaran kesenian kepadanya. Tokoh itu diperankan dengan apik oleh anak
Gantung asli, Verrys Yamarno. Perilaku Verrys memang seperti Mahar. Tak
pernah mau diam dan susah diatur. Ia juga kreatif membuat
lelucon-lelucon yang mampu membuat orang terpingkal-pingkal. Verrys yang
duduk di kelas 7 SMP Nasional Gantung, memiliki hobi berenang dan main
bulutangkis. “Cita-citaku mau jadi ustaz, supaya bisa menyiarkan ajaran
Islam ke banyak orang,” ujarnya.
Lintang
Pemeran
tokoh Lintang ini cukup unik. Di novel, ia diceritakan sebagai teman
sebangku ikal karena sama-sama berambut keriting. Namun di film, tokoh
ini diperankan oleh anak berambut lurus bernama Ferdian. “Wah, saya
malah enggak tahu kalau tokoh aslinya berambut keriting. Yang jelas,
saya senang bisa ikut main di film ini. Tokohnya juga seru, menantang
karena keberanian dan kecerdasannya.” Di kehidupan sehari-hari, kata
Ferdia, dia tak seperti Lintang. “Prestasi saya biasa-biasa saja di
sekolah.” Kendati begitu, produser Mira Lesmana punya alasan tersendiri.
Ferdian dianggap bisa mewakili tokoh Lintang karena dinilai memiliki
karakter yang sesuai. “Memang, faktor fisik sangat penting dalam film
yang diadaptasi dari sebuah novel, tapi yang lebih penting lagi,
bagaimana seseorang bisa menyelami karakter yang diperankannya,” kata
Mira.
Ikal
Selama
di lokasi syuting, dia dikenal paling pendiam. Zul Fanny, begitu nama
aslinya, dianggap cocok memerankan Ikal. Sebelum ikut main film, Zul
yang mengaku amat dekat dengan ayahnya, kerap membantu ayahnya berdagang
di pasar. “Biasanya tiap hari Minggu,” cerita anak bermata cokelat itu.
Kendati LP merupakan pengalaman pertamanya bermain film, Zul mengaku
tak menemui kesulitan besar. Bahkan, dengan mudah, ia bisa menghapal
setiap dialog yang panjang. Sayangnya, ia agak malas menggunakan waktu
jeda untuk belajar. Alasannya selalu sakit kepala. Namun, ketika
menghadapi ujian, ia mengaku bisa mengerjakannya. “Ujiannya
gampang-gampang susah, sih,” kata Zul yang bercita-cita menjadi tentara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar